chatgpt image sep 10, 2025, 01 40 51 pm

Refleksi 75 Tahun Seminari Menengah Santa Maria Imakulata Lalian

1. Rahim Panggilan dari Lalian

Sejarah panjang 75 tahun Seminari Lalian adalah bukti nyata bagaimana Gereja Katolik di Timor memiliki sebuah “rahim panggilan” yang subur. Dari tempat sederhana ini, lahirlah para imam, religius, dan awam Katolik yang kini tersebar melayani di berbagai belahan dunia. Setiap lulusan membawa serta identitas khas Lalian: iman yang kokoh, disiplin yang teruji, dan semangat pelayanan tanpa pamrih.

2. Sinodalitas sebagai Jiwa Perjalanan

Tema perayaan menekankan semangat sinodalitas. Gereja universal melalui Paus Fransiskus mengajak seluruh umat berjalan bersama dalam mendengarkan, berdialog, dan mengambil keputusan demi misi Kristus di dunia.[1] Sinodalitas bukan sekadar metode, melainkan cara hidup Gereja yang meneguhkan bahwa setiap orang dipanggil untuk berpartisipasi aktif, bertanggung jawab, dan membangun persekutuan. Bagi Seminari, ini berarti pendidikan calon imam dan pemimpin awam tidak boleh berjalan individualistik, melainkan selalu dalam keterbukaan terhadap Roh Kudus dan komunitas.

3. Tahun Yubileum: Rahmat Syukur dan Pembaruan

Tahun Yubileum dalam tradisi Gereja adalah waktu rahmat, pertobatan, dan pembaruan hidup.[2] Dalam konteks 75 tahun Lalian, Yubileum ini mengingatkan bahwa pendidikan calon pemimpin Gereja dan masyarakat harus selalu kembali pada sumber: Kristus sendiri, Sang Guru. Syukur atas rahmat masa lalu harus diiringi dengan tekad pembaruan demi menjawab tantangan zaman: sekularisasi, digitalisasi, dan perubahan sosial yang cepat.

4. Meningkatkan Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan tidak diukur pertama-tama dari jumlah lulusan, melainkan dari kedalaman formasi. Kitab Hukum Kanonik menegaskan bahwa pendidikan seminari harus membentuk pribadi yang dewasa dalam iman, moral, spiritualitas, dan intelektualitas sehingga mampu menggembalakan umat Allah dengan penuh kasih.[3] Dengan demikian, perayaan 75 tahun adalah momentum untuk menegaskan kembali bahwa formasi di Seminari Lalian tidak hanya menghasilkan imam yang pandai berkhotbah, tetapi juga pemimpin yang berbelarasa, mendengar, dan melayani.

5. Pemimpin Gereja dan Masyarakat

Seminari bukan hanya mencetak imam, melainkan juga membentuk pribadi awam Katolik yang siap menjadi garam dan terang di tengah masyarakat. Konstitusi Konsili Vatikan II menekankan bahwa kaum awam memiliki panggilan luhur untuk menguduskan dunia melalui karya profesional, keluarga, dan pelayanan sosial.[4] Dengan demikian, Lalian berperan strategis dalam menyiapkan generasi yang berjiwa imamat umum Kristiani, yang sanggup memimpin dengan integritas di bidang politik, pendidikan, kesehatan, maupun budaya.

6. Ucapan Syukur dan Terima Kasih

Sebagai seorang alumnus, saya menundukkan kepala penuh syukur kepada almamater tercinta. Dari rahim Lalian saya dibentuk menjadi pribadi yang mengenal nilai doa, disiplin, dan tanggung jawab. Semua pengalaman itu menjadi bekal berharga dalam perutusan saya hingga kini. Terima kasih kepada para formator, staf, dan seluruh komunitas yang selama 75 tahun setia menjaga api panggilan tetap menyala.

7. Penutup

Merayakan 75 tahun bukanlah akhir, melainkan awal baru. Semoga Seminari Lalian tetap setia pada misinya: membentuk calon pemimpin Gereja dan masyarakat yang berakar dalam Kristus, hidup dalam semangat sinodalitas, dan selalu siap diperbarui oleh rahmat Yubileum. “Imam, religius, dan awam yang dilahirkan dari rahim Lalian adalah buah dari benih Injil yang ditanam dengan air mata, doa, dan kerja keras. Kini mereka dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di seluruh dunia.”

Daftar Pustaka

Paus Fransiskus, Konstitusi Apostolik Episcopalis Communio (2018), tentang Sinode Para Uskup.

Yohanes Paulus II, Tertio Millennio Adveniente (1994), no. 14–16, tentang makna Yubileum sebagai rahmat pembaruan.

Codex Iuris Canonici (1983), Kanon 232–264, tentang pendidikan calon imam di seminari.

Konsili Vatikan II, Lumen Gentium (1964), no. 31–33, tentang perutusan kaum awam dalam Gereja dan dunia.


[1] Paus Fransiskus, Konstitusi Apostolik Episcopalis Communio (2018), tentang Sinode Para Uskup

[2] Yohanes Paulus II, Tertio Millennio Adveniente (1994), no. 14–16, tentang makna Yubileum sebagai rahmat pembaruan

[3] Codex Iuris Canonici (1983), Kanon 232–264, tentang pendidikan calon imam di seminari

[4] Konsili Vatikan II, Lumen Gentium (1964), no. 31–33, tentang perutusan kaum awam dalam Gereja dan dunia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *